RSS

HASIL BELAJAR BIOLOGI


Hasil  belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam belajar. Hasil belajar juga merupakan berbagai kapasitas yang diperoleh  siswa sehubungan dengan keikutsertaannya dalam proses pembelajaran. Di satu sisi hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pengajaran, di sisi lain hasil belajar merupakan penggal dan puncak belajar siswa.[1]
Hasil belajar dapat dikategorikan menjadi tiga bidang, yaitu bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan dengan sikap dan nilai), dan bidang psikomotorik (kemampuan atau keterampilan bertindak atau berperilaku).[2] Ketiga bidang tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hirarki yang saling mendukung.
Hasil belajar bidang kognitif dapat diartikan sebagai hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa setelah proses pembelajaran, dan untuk mengetahui atau mengungkapkan keberhasilan seseorang dalam belajar dapat dilakukan tes hasil belajar. Tes hasil belajar, yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pencapaian seseorang setelah mempelajari sesuatu. Tes hasil belajar diberikan sesudah orang yang dimaksud mempelajari hal-hal sesuai dengan yang akan diteskan.[3] Tes hasil belajar biasanya dilakukan dengan penilaian pre-test dan post-test.
Hasil belajar biologi tidak akan didapatkan kecuali melakukan suatu kegiatan terlebih dahulu seperti melakukan penelitian, pengamatan, belajar, dan usaha lainnya. Hal ini lebih jelas dikemukakan oleh Oemar Hamalik yang menyatakan bahwa hasil belajar bidang kognitif adalah hasil kegiatan yang telah dicapai setelah seseorang melakukan kegiatan.[4]


[1] Dimyati dan Mudjiono.1999.Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta
[2] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algesindo Offset, 2005), hlm. 49-50
[3] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, ( Yogyakarta : PT Rineka
Cipta, 1997), hlm. 140
[4] Oemar Hamalik. 2001. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Grafindo Persada

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PARTISIPASI BELAJAR SISWA


Partisipasi dalam kamus ilmiah popular diartikan sebagai pengambilan bagian, keikutsertaan, peran serta, penggabungan diri menjadi peserta.[1] Partisipasi sangat diperlukan dalam kerja kelompok. Partisipasi dapat diartikan sebagai suatu keterlibatan siswa dalam kelompok untuk memecahkan masalah atau dalam melaksanakan tugas yang sudah ditentukan.
Menurut pendapat Made Sumadi yang dikutip oleh Dewi Harjanti Ekaningsih beberapa aspek yang dapat dikaji dalam partisipasi belajar siswa antara lain :[2]
a.         Partisipasi bertanya
b.         Partisipasi menjawab
c.         Menyelesaikan tugas rumah secara tuntas
d.        Partisipasi dalam diskusi
e.         Mencatat penjelasan guru
f.          Menyelesaikan soal di papan tulis
g.         Mengerjakan soal tes secara individu
h.         Menyimpulkan materi pelajaran di akhir pertemuan
Proses keterlibatan siswa dalam pembelajaran akan memungkinkan terjadinya asimilasi dan akomodasi kognitif dalam pencapaian pengetahuan, perbuatan serta pengalaman langsung terhadap balikannya dan pembentukan nilai dan sikap. Dalam proses pembelajaran, seorang guru hendaknya dapat mengembangkan proses pembelajaran aktif, sehingga dapat terwujudnya partisipasi aktif siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan adanya partisipasi siswa yang optimal maka pengalaman belajar akan tercapai secara efektif dan efisien.
            Menurut pendapat Burt, K. Sachlan dan Roger, manfaat dari partisipasi adalah :
a.         Lebih banyak komunikasi dua arah
b.         Lebih banyak bawahan mempengaruhi keputusan
c.      Potensi untuk memberikan sumbangan yang berarti dan positif diakui dalam derajat lebih tinggi.[3]


[1] Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : Arkola, 1994), hlm. 572
[2] Dewi Suharjanti Ekaningsih, Upaya Peningkatan Partisipasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Accelerated Instruction (TAI), (Skripsi: FMIPA UNY, 2007), hlm.26
[3] B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta : Rineka Cipta, 2002), hlm.283

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

METODE COOPERATIVE LEARNING TIPE PROBLEM POSING


Metode Cooperative Learning adalah metode pembelajaran  yang  berfokus  pada  penggunaan  kelompok  kecil  siswa untuk   bekerja   sama   dalam   memaksimalkan   kondisi   belajar   untuk mencapai tujuan belajar.[1] Metode pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau  membantu di antara sesama, struktur bekerja sama yang teratur dalam kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih.[2]
Salah satu tipe dari metode cooperative learning yang dapat memotivasi siswa untuk berfikir kritis sekaligus dialogis, kreatif dan interaktif yakni problem posing atau pengajuan masalah-masalah yang dituangkan dalam bentuk pertanyaan. Permasalahan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian diupayakan untuk dicari jawabannya baik secara individu maupun bersama dengan pihak lain, misalnya sesama siswa maupun dengan pengajar sendiri.
Metode cooperative learning tipe problem posing diharapkan dapat memacu siswa untuk menemukan pengetahuan yang bukan diakibatkan dari ketidaksengajaan melainkan melalui upaya untuk mencari hubungan-hubungan dalam informasi yang dipelajarinya. Semakin luas informasi yang dimiliki akan semakin mudah pula menemukan hubungan-hubungan tersebut. Pada akhirnya, penemuan pertanyaan serta jawaban yang dihasilkan terhadapnya dapat menyebabkan perubahan dan ketergantungan pada penguatan luar pada rasa puas akibat keberhasilan menemukan sendiri, baik berupa pertanyaan atau masalah maupun jawaban atas permasalahan yang diajukan. Belajar menemukan dan memecahkan masalah berkonsekuensi pada adanya eksplorasi terhadap sejumlah alternatif yang akhirnya menciptakan dorongan berfikir hingga diperolehnya pengetahuan.[3]
Menurut J.  Riberu dalam Ad Rooijokker dalam problem  posing  ini cara pendekatan yang dianjurkan adalah dari bermacam-macam segi, merumuskan masalah lalu mencari pemecahan masalah melalui berbagai macam jalan.  Garis besar cara pendekatan ini adalah sebagai berikut :
a.    Penyadaran masalah
Pada awal pengajaran berusaha agar siswa sadar adanya suatu  masalah.  Hal ini ditempuh dengan jalan : 1) Mengemukakan beberapa fakta yang menonjol sebagai gejala dari suatu masalah, 2) Memanfaatkan berita-berita, dan 3) Pengumpulan pendapat siswa.
b.    Analisa masalah
Kalau  siswa sudah sadar akan adanya masalah maka siswa dapat diajak untuk menelaah masalah itu lebih lanjut, yang perlu diperhatikan ialah aspek-aspek masalah, latar belakang sebab pelaku dan ruang serta waktu sekitar masalah.
c.       Perumusan masalah
Sesudah  masalah  dianalisa  umumnya  peserta  didik  mulai mendapat  gambaran  yang  lebih  menyeluruh  dan  lebih  terpadu tentang suatu masalah.  Oleh sebab itu, peserta  didik lebih mampu merumuskan dengan singkat dan padat masalah sebenarnya.
 d.      Pemecahan masalah
Sesudah  masalah dianalisa dan dirumuskan mulailah siswa  dirangsang  untuk  mencari  pemecahan  yang  sebaik-baiknya. Tiap pemecahan ini berlangsung akan muncul cara yang paling tepat kekuatan, kelemahan, dan kemungkinan penyelesaiannya.
e.       Perumusan pemecahan masalah
Sesudah  alternatif  pemecahan  masalah  dipilih,  peserta  didik dapat merumuskan secara singkat cara pemecahan yang dipilih itu. Dengan demikian penerapan model pembelajaran  problem posing di SMA sebagai berikut: 1) guru meminta siswa untuk membaca materi, 2)  guru meminta siswa untuk menuliskan permasalahan dan siswa yang bersangkutan harus dapat menyelesaikannya, 3) guru mengklarifikasikan jawaban dari permasalahan, tugas ini dapat dilakukan secara kelompok, 4) guru memberikan tugas rumah secara ind ividual.
Pada tahap awal cukup memberikan tugas kepada siswa dalam metode cooperative learning tipe problem posing dengan memilih salah satu cara sebagai berikut : 1) siswa membuat pertanyaan berdasarkan pernyataan yang  dibuat  oleh  guru  ( presolution  posing), 2) siswa memecah pertanyaan tunggal dari guru menjadi sub-sub pertanyaan yang relevan dengan pertanyaan guru (within solution posing ), 3) siswa embuat soal sejenis, seperti yang  dibuat oleh guru (post solution posing).[4]


[1] Nurhadi.,  Kurikulum 2004   (Pertanyaan   dan   Jawaban), (Jakarta : PT Grasindo, 2004), hlm.112
[2]Hilda Karlin dan Margaretha, Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi II, (Bandung : Bina Media Informasi, 2002),  hlm.28
[3] B. Suryosubrto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2009), hlm.203-204
[4]Anita Lie, Cooperative Learning : Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta : PT Raja Widia Sarana Indonesia, 2004), hlm 2

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS