Xenotransplantasi atau disebut transplantasi dari binatang ke manusia merupakan transplantasi dari sel, jaringan, ataupun organ yang masih berfungsi baik untuk kehidupan dari satu spesies ke spesies lainnya, sebagai contoh adalah dari hewan babi ke manusia.
Xenotransplantasi sebenarnya sangat berpotensi bagi terapi untuk kegagalan organ yang terminal. Akan tetapi, hal ini juga menyebabkan munculnya masalah dalam bidang medis, legal, dan etika. Salah satu kekhawatiran mengenai xenotransplantasi adalah xenozoonosis, di mana bisa saja penularan penyakit yang sebelumnya ada di hewan menjadi ada di manusia. Meskipun demikian, beberapa publikasi juga menyatakan adanya kesuksesan xenotransplantasi yang sudah dilakukan.
Xenotransplantasi telah menjadi suatu hal yang luar biasa dan sering kali diperdebatkan di kalangan profesional medis dan juga di luar medis. Mengapa masyarakat mempertimbangkan xenotransplantasi?
Sebagaimana yang diketahui dalam masyarakat, pertimbangan transplantasi dari donor hidup dan kadaver sudah dilakukan, penelitian sel induk juga sedang dikembangkan. Akan tetapi, hal tersebut belum dapat memenuhi semua kebutuhan transplantasi organ sehingga xenotransplantasi menjadi salah satu hal yang mempunyai daya tarik yang sangat kuat.
Salah satu alasan mengapa hal ini mempunyai daya tarik yang sangat kuat adalah harapan dari individu yang membutuhkan organ secepatnya, tetapi terhambat karena keterbatasan organ pendonor sehingga diharapkan pada masa depan kebutuhan dapat terpenuhi sehingga tidak lagi terjadi keterbatasan dan juga adanya minat yang tinggi pada bidang ini. (http://www.waspada.co.id)
Risiko xenotransplantasi
Resiko utama penerima transplantasi adalah penolakan karena respons imun pasien. Pada transplantasi dari manusia ke manusia (alotransplantasi), penolakan sebagian besar telah dapat diatasi dengan tissue matching penyesuaian donor dan penerima dan dengan pemberian obat kepada penerima yang dapat menekan respons imun.
Risiko penolakan pada xenotransplantasi lebih berat karena perbedaan antara donor dan penerima jauh lebih besar. Xenotransplantasi juga dapat mentransmisikan infeksi (seperti virus) dari binatang ke manusia. Retrovirus menjadi perhatian utama karena banyak contoh virus pindah dari satu spesies ke spesies lain dan saling menginfeksi.
Retrovirus tidak selalu menimbulkan tanda atau gejala penyakit yang jelas pada awalnya. Kalau ada retrovirus saat xenotransplantasi dan menginfeksi penerima, ia dapat menyebar dan bisa menjadi pembawa infeksi pada populasi yang luas sebelum terjadi infeksi nyata.
Primata bukan manusia (kera dan monyet) tidak baik untuk sumber transplantasi binatang ke manusia karena hubungannya yang sangat erat ke manusia akan meningkatkan risiko virus bertransmisi antar spesies.
Virus yang paling perlu diperhatikan pada xenotransplantasi menggunakan babi adalah porcine endogenous retrovirus (PERV). PERV ada di dalam hampir semua strain babi dan tidak dapat dihilangkan dengan meningkatkan babi dalam kondisi steril. Meskipun PERV inaktif, dan karena itu tidak berbahaya di dalam babi, dikhawatirkan transplantasi ke manusia dapat mengaktifkan virus, menimbulkan penyakit baru, dan dapat menyebar luas pada orang yang dekat pada penerima transplantasi.
PERV dapat menginfeksi sel manusia dalam laboratorium, menandakan kemungkinan ia dapat menginfeksi manusia melalui xenotransplantasi. Akan tetapi, menurut NHMRC, penelitian dari sekitar 150 orang yang tersebar luas di dunia yang ditransplantasi dengan jaringan babi atau sel babi menunjukkan tidak terdapat kejadian infeksi virus atau infeksi lain yang berasal dari babi.
Minimalisasi risiko
Meskipun kebanyakan babi membawa PERV, tetapi sekurangnya satu strain "minipigs" tidak membawanya sehingga penelitian diarahkan ke pada strain ini untuk xenotransplantasi agar supaya mengurangi risiko infeksi terhadap penerima.
Menurut NHMRC, penelitian transplantasi dari binatang ke manusia tidak akan disetujui kecuali terdapat kebijakan pengontrol infeksi yang memadai di rumah sakit tempat transplantasi dilakukan. Ini untuk mencegah penularan infeksi dari penerima xenotransplantasi ke orang lain di rumah sakit. Karena konsekuensi jangka panjang xenotransplantasi belum dapat diketahui untuk beberapa tahun mendatang, maka transplantasi dengan sel, jaringan, atau organ dari spesies lain perlu dipantau secara hati-hati dan terus-menerus. Karena itu setiap penerima transplantasi perlu diberitahu mengenai risiko potensi penyakit infeksi terhadap mereka sendiri dan terhadap lingkungannya serta diminta untuk mendukung pemantauan jangka panjang.
Penelitian xenotransplantasi dari binatang ke manusia yang telah dilakukan saat ini di Australia adalah suatu penelitian penyaringan darah melalui hati bioartificial pada 3 peserta.
NHMRC melaporkan bahwa saat ini xenotransplantasi sedang dilakukan di Amerika Serikat dan Eropa. Penelitian ini melibatkan transplantasi sel saraf fetus untuk pengobatan penyakit parkinson, demikian juga prosedur perfusi hati dan kultur kulit.
Suatu penelitian kecil sel pulau Langerhans fetus babi untuk diabetus tipe I telah dilakukan pada dua pasien di Selandia Baru. Namun, penelitian lanjutannya ditolak di Selandia Baru karena takut akan terjadinya infeksi PERV.
Banyak negara Eropa telah memutuskan penelitian xenotransplantasi harus di bawah penuntun yang telah disetujui. Menurut Badan Pekerja Xenotransplantasi NHMRC, yang terbaik untuk Australia adalah mengizinkan penelitian secara hati-hati di bawah petunjuk dengan memperhatikan masalah etik, melindungi peserta yang mengikuti penelitian, dan menjamin keamanan usaha perlindungan masyarakat.
Binatang transgenik
Usaha lain yang dilakukan saat ini untuk mengurangi risiko penolakan adalah dengan mengkaji binatang transgenik.
Penolakan utama pada xenotransplantasi adalah penolakan hiperakut. Penolakan ini terjadi karena hiperakut menolak gula galaktosa yang diproduksi babi sehingga mengakibatkan rusaknya pembuluh darah manusia.
Karena itu dengan rekayasa genetika diupayakan diperoleh babi “knock out” yang tidak mempunyai gen galtransferase. Dengan demikian, babi tersebut tidak dapat mensintesis enzim galactosyl transferase dan akhirnya tidak dapat membuat galaktosa. Hasil penelitian terakhir adalah dihasilkannya lima anak babi yang kekurangan gen galtransferase, namun hanya empat yang tetap hidup. Sekarang sedang diusahakan menghasilkan babi yang sama sekali tidak mengandung gen galtransferase dengan teknik hibrida biasa.
Penelitian penting lain yang juga perlu dilakukan adalah penambahan gen pada binatang yaitu gen penghambat komplemen (complement inhibitor gene) dan gen yang terlibat dalam restoring koagulasi normal untuk mencegah penolakan organ dalam jangka panjang (4). Juga mekanisme rejeksi lainnya meliputi penolakan tipe lambat (xenograft delayed) yang terjadi dalam beberapa hari ketika antibodi, makrofag, dan natural killer cells menyerang organ. Rejeksi kronis T cell mediated dapat terjadi bulanan atau tahunan.
Kalau pada alotransplantasi manusia ke manusia dapat dikontrol dengan imunsupresi jangka panjang, mungkin hal ini tidak cukup untuk xenotranplantasi. Manusia dan primata lainnya dilindungi oleh antibodi yang menetralisasi virus. Menghilangkan gen yang menyebabkan penolakan hiperakut mungkin juga menghilangkan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virus babi.
Perkembangan terakhir
Hasil xenotransplantasi terakhir dilaporkan dari Kongres Perkumpulan Transplantasi Internasional di Miami, Agustus 2002, dan laporan CDC (Central for Disease Control, AS).
Disebutkan pelayanan klinik xenotransplantasi rutin saat ini masih jauh. Beberapa penelitian klinik belum berhasil. Perlu dilakukan banyak penelitian dan tidak berarti tidak ada kemajuan.
Sampai saat ini belum ada produk xenotransplantasi yang disetujui FDA Amerika Serikat. Beberapa aplikasi telah mencapai penelitian klinik fase 3. Tidak terdapat kejadian infeksi yang berhubungan dengan penelitian ini pada penelitian yang dipantau FDA.
Penelitian sel pankreas babi yang ditransplantasikan kepada 12 remaja penderita diabetus membuat satu orang telah bebas penyuntikan insulin beberapa bulan kemudian, lima orang dosis penyuntikan insulinnya dapat dikurangi, dan enam orang lagi tidak ada perubahan. Namun, kontroversi muncul karena data masih sangat awal dan tidak ada data perbandingan dengan sampel dewasa yang membutuhkan insulin. Perbandingan ini penting karena kebutuhan insulin sering berfluktuasi pada kelompok tersebut dan perbaikan mungkin tidak berhubungan dengan transplantasi.
Kontroversi lain adalah penelitian dilakukan pada manusia sebelum dilakukan penelitian preklinik pada primata bukan manusia. Umur sampel penelitian juga ada yang masih di bawah empat tahun. Sponsor sebenarnya telah ditolak izinnya untuk meneliti di Kanada dan Selandia Baru karena tidak memiliki penelitian preklinik dan alasan lainnya, sehingga kemudian memindahkan penelitiannya ke Meksiko.
Badan Pekerja Xenotransplantasi NHMRC telah mengusulkan bahwa ke depan penelitian klinik xenotransplantasi harus diawasi suatu komite nasional untuk menjamin bahwa penelitian klinik yang diajukan adekuat dan dapat dimonitor sesuai petunjuk yang disetujui.
Dengan demikian, usulan penelitian harus disetujui oleh komite nasional sebelum mereka dapat dipertimbangkan oleh komite etik penelitian manusia pada institusi di mana penelitian akan dilakukan.
Ini kutipan dari Kompas, Rabu, 07 Mei 2003, 10:15 WIB http://www.kompas.com/kesehatan/news/0305/07/101301.htm
Yang Membutuhkan Presentasi Materi Biologi SMA klik disini